Air adalah bagian yang amat penting dalam kehidupan makhluk hidup dan juga bahan pangan. Dalam bahan pangan air mempunyai beberapa bentuk, salah satunya adalah air bebas. Air bebas yang terdapat pada suatu bahan dapat ditinjukkan oleh aktivitas air.
Telah lama diketahui bahwa kandungan air dalam suatu bahan akan mempegaruhi (meski tidak semuanya) tingkat kerusakan bahan pangan. Namun belakangan baru diteliti bahwa bahan pangan yang sama dapat memiliki tingkat kemampuan rusak yang berbeda. Sehingga kadar air dalam bahan pangan tidak reliabel untuk menjadi indikator tinkat kerusakan (perishable).
Dalam bahan pangan, meski kandungan airnya banyak, dapat memiliki tingkat perishability yang rendah (atau dapat dikatakan awet) apabila air yang ada berikatan kuat dengan konstituen nonaqueous. Sebaliknya, bahan pangan dapat memiliki tingkat perishability tinggi (mudah mengalami, degradasi, pembusukan, maupun kerusakan) jika air dalam bahan pangan tersebut tidak berikatan dengan konstituen apapaun (tetap berbentuk H2O) yang berada pada fase cair. Secara sederhana dapat ditelaah, bahwa kerusakan bahan pangan yang disebabkan oleh mikrobia memerlukan air untuk pertumbuhannya, air yang bebas dapat langsung digunakan namun air yang berikatan dengan konstituen nonaqueous harus mengalami proses “pemasakan” lebih lanjut agar dapat digunakan mikroba. Jika kandungan air bebas dalam produk pangan tinggi, maka mikrobia (baik patogen atau tidak) akan mudah tumbuh dan berkembang, dan akhirnya menurunkan kualitas dan keamanan produk jika dikonsumsi manusia.
Selain itu, air dapat menunjang reaksi kimia dan biokimia serta reaksi enzimatis pada suatu substrat. Contohnya adalah pencoklatan nonenzimatis. Sehingga jika tingkat aktivitas air (Aw) tinggi (jumlah air bebas tinggi), maka bahan pangan akan mudah sekali berdeformasi. Bahan pangan akan menjadi tidak stabil.
