Minggu, 28 Oktober 2012

Al-Qur’an dan Tantangan Modernitas*
*Oleh Buya Syafii Maarif
Abbas Mahmud Al-‘Aqqad dalam karyanya Al-Insan fi ‘l-Qur;an ‘l-Kamrim memperkirakan bahwa semua aliran pemikiran dan ideologi ciptaan manusia akan larut bersama larutnya abad ke-20 ini, sedangkan pesan-pesan yang ditimba dari Al-Qur’an akan tetap bertahan (‘Abbas Mahmud Al-‘Aqqad, 1973) menghadapi bantingan dan tantangan zaman. Kita tidaklah dapat mengatakan dengan pasti bahwa perkiraan Al-‘Aqqad ini akan benar-benar menjadi kenyataan sejarah pada permulaan abad yang akan datang, tapi bahwa dunia kini sedang mencari pergantungan spiritual yang kokoh, yang tidak lagi diombang-ambingkan oleh tarikan gelombang materialisme-ateisme yang kasar dan ganas, mungkin dapat kita sepakati.
Persoalan lebih jauh adalah: apakah dunia pada akhirnya akan melirik kepada Al-Qur’an sebagai sumber sejati dari pergantungan spiritual itu, kita pun sulit menjawabnya, bila kenyataan sosiologis umat ini masih seperti yang kita saksikan sekarang ini. Umat Islam yang mengaku mengimani Al-Qur’an, tapi mayoritas mereka tinggal di Dunia Ketiga dengan segala keterbelakangan, kemiskinan, dan kebodohan itu tampaknya masih terlalu jauh untuk dapat ditampilkan sebagai pencipta dan pembawa obor peradaban yang segar yang mungkin menjadi alternatif bagi umat manusia. Profesor Abdus Salam dalam artikelnya yang berjudul: “What the Third World really needs”, memberikan gambaran yang tajam tentang kondisi dunia sekarang yang ditandai oleh dua macam penyakit: “Penyakit si kaya” dan “Penyakit si miskin”. Untuk jelasnya kita kutip Abdus Salam :
“Sembilan dari seratus tahun yang lalu, seorang dokter Islam terkenal yang tinggal di Bukhara, Asia Tengah, Al-Asuli, menulis sebuah medical pharmacopeia yang ia bagi menjadi dua bagian, “Deseases of the Rich” dan “Diseases of the poor”. Seandainya Al-Asuli masih hidup dan menulis sekarang, saya percaya ia akan membagi pharmacopeia membagi dua bagian yang serupa. Satu bagian bukunya akan membicarakan tentang ancaman pemusnahan oleh nuklir yang ditimpakan atas kemanusiaan oleh si kaya. Bagian kedua dari bukunya akan berbicara tentang penderitaan hebat yang ditanggungkan oleh si miskin yang jumlahnya separuh umat manusia:Keterbelakangan dibarengi oleh kekurangan makan dan kelaparan. Ia juga akan menambah bahwa kedua macam penyakit ini berasal dari sebuah sebab yang sama: kelebihan ilmu dan teknologi pada kasus si kaya, dan kekurangan ilmu dan teknologi pada kasus si miskin. Barangkali ia juga menambahkan bahwa masih berlangsungnya jenis penderitaan kedua, keterbelakangan, lebih sulit untuk dipahami, mengingat karena tersedianya sumber daya materi dan ilmiah untuk menghilangkan kemiskinan, penyakit, dan mati awal bagi abad mukjizat ilmiah ini (Abdus Salam, 1988)
         Demikian antara lain Abdus Salam, sarjana pemenang hadiah Nobel di bidang Fisika 1979, yang berasal dari Pakistan itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Awal Cerita

(Bagian 1) Ceritaku dimulai oleh cerita-cerita yang lain. Cerita yang bahkan telah berlangsug jauh sebelum aku lahir. Adalah seorang ...